LAPORAN
AKHIR PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
Obat Sistem Saraf
Otonom ( Antikholinergik
)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL
AHMAD YANI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Prinsip Percobaan
Pengujian
aktivitas obat antikholinergik
( atropin ) berdasarkan inhibisi hipersalivasi pada mencit. .
I.2. Tujuan
Percobaan
Setelah
menyelsaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan :
1.
Menghayati secara lebih
baik pengaruh obat system saraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi
vegetative tubuh.
2.
Mengenal suatu teknik
mengevaluasi aktivitas obat antikholinergik pada neurofektor parasimpatikus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Saraf Otonom selanjutnya disebut SSO. Sistem ini merupakan
sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi organ-organ dalam seperti
otot-otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar.1 Sistem ini melakukan
fungsi kontrol, semisal: kontrol tekanan darah, motilitas gastrointestinal,
sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, proses berkeringat, suhu
tubuh, dan beberapa fungsi lain. Karakteristik utama SSO adalah kemampuan memengaruhi yang sangat cepat (misal:
dalam beberapa detik saj denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali semula,
demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik, berkeringat yang dapat
terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga pengosongan kandung kemih).
Sifat ini menjadikan SSO tepat untuk
melakukan pengendalian terhadap homeostasis mengingat gangguan terhadp
homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian,
SSO merupakan komponen dari refleks
visceral.
Sebagai
konsekuensi bahwa ada keterlibatan sistem
saraf pusat terhadap sistem saraf perifer, termasuk SSO, dikenal beberapa pusat
integrasi dan pengendalian informasi sebelum diteruskan ke SSO, seperti medulla
spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Misalnya: medulla spinalis bertanggung
jawab untuk persarafan otonom yang memengaruhi sistem kardiovaskular dan
respirasi; hipotalamus berfungsi untuk mengintegrasikan persarafan otonom,
somatik, dan hormonal (endokrin) dan emosi serta tingkah laku (misal: seseorang
yang marah meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan laju respirasi).Di
samping itu, daerah asosiasi prefrontal memengaruhi eksprei emosional, seperti
wajah yang menampakkan kesan kemerahan apabila seseorang merasa malu.
Refleks Visceral
Refleks visceral, sama seperti
refleks somatik lainnya, terdiri atas komponen reseptor, integrasi, dan
efektor. Pembeda refleks visceral dengan refleks somatik adalah informasi
reseptor refleks visceral diterima secara bawah-sadar (subconscious).
Anda tidak akan pernah tahu kapan pembuluh darah Anda melebar (kecuali ketika
Anda melihat kulit yang kemerahan). Contoh lain, Anda juga tidak akan pernah
tahu kapan pupil mata anda melebar, kecuali anda melihat ke cermin.
Informasi-informasi seperti ini tidak diketahui secara sadar, dan merupakan
bagian dari refleks visceral. Meskipun demikian, reseptor refleks ini tidak
harus bersifat visceral.
Perjalanan dari SSP hingga
Mempersarafi Organ
Perjalanan SSO dimulai dari
persarafan sistem saraf pusat (selanjutnya disebut SSP). Neuron orde pertama
berada di SSP, baik di sisi lateral medulla spinalis maupun di batang otak.
Akson neuron orde pertama ini disebut dengan serabut preganglion (preganglionic fiber). Serabut
ini bersinaps dengan badan sel neuron orde kedua yang terletak di dalam
ganglion. Serabut pascaganglion menangkap sinyal dari serabut preganglion
melalui neurotransmiter yang dilepaskan oleh serabut preganglion. Seperti yang
telah diketahui, ganglion merupakan kumpulan badan sel yang terletak di luar
SSP. Akson neuron orde kedua, yang disebut dengan serabut pascaganglion (postganglionic fiber) muncul dari ganglion
menuju organ yang akan diinervasi. Organ efektor menerima impuls melalui
pelepasan neurotransmiter oleh serabut pascaganglion. Kecuali untuk medulla adrenal, baik sistem saraf
simpatis dan parasimpatis mengikuti pola seperti yang telah dijelaskan di atas.
Pembagian SSO
Kebanyakan organ visceral
dipersarafi oleh dua jenis saraf otonom sekaligus (dual-innervation,
persarfan ganda), yakni SSO divisi simpatis dan parasimpatis.
Karakteristik kerja SSO divisi simpatis dan parasimpatis cenderung berlawanan,
walaupun di beberapa organ malah saling menguatkan. Perbedaan keduanya
dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Pembeda
|
Simpatis
|
Parasimpatis
|
Asal
serabut praganglion
|
Medulla
spinalis bagian torakal dan lumbal
|
Batang
otak (saraf kranial) dan medulla spinalis bagian sakral
|
Asal
serabut pascaganglion
|
Ganglion
symphatetic chain; atau ganglion kolateral (kira-kira di setengah
jarak medulla spinalis dengan efektor)
|
Ganglion
terminal (berada dekat dengan organ efektor)
|
Panjang
Serabut*
|
Pre
pendek, termielinasi; Post panjang, tak termielinasi
|
Pre
panjang; Post pendek
|
Organ
Efektor yang DIpersarafi
|
Otot
jantung, hampir semua otot polos, kebanyakan kelenjar eksokrin, beberapa
kelenjar endokrin
|
Otot
jantung, banyak otot polos, hamper semua kelenjar eksokrin, beberapa kelenjar
endokrin
|
Neurotransmiter*
|
Pre
melepaskan ACh; Post melepaskan sebagian besar melepaskan norepinefrin,
sebagian kecil ACh)
|
Pre
dan post melepaskan ACh
|
Tipe
Reseptor untuk Neurotransmiter Pre dan Post*
|
Pre:
nikotinik; Post: adrenergik α1, β1, α2, β2
|
Pre:
nikotinik; Post: muskarinik
|
Peranan
|
Fight-or-Flight
|
General
Housekeeping
|
Kelebihan Persarafan Ganda
Persarafan simpatis dan
parasimpatis sesungguhnya bekerja bersamaan. Namun demikian, ada suatu kondisi
yang memungkinkan simpatis lebih dominan dari parasimpatis, atau sebaliknya.
Keduanya bekerja dengan suatu aktivitas parsial yang dinamakan tonus simpatis
dan parasimpatis, atau aktivitas tonus. Namun demikian, ada suatu situasi yang
mampu memicu persarafan yang satu menjadi lebih aktif dari yang lain.
Persarafan Otonom Parasimpatis
Divisi parasimpatis, atau disebut
divisi kraniosakral, berasal dari sistem saraf pusat melalui saraf kranial III
(okulomotor), VII (fasial), IX (glosofaringeal), dan X (vagus). Selain berasal
dari saraf kranial, saraf parasimpatis juga berasal dari medulla spinalis
bagian bawah, yakni melalui S2 dan S3 (atau S4). Hampir ¾ serabut parasimaptis
berada bersama-sama dengan saraf vagus (X), masuk ke daerah torakal dan
abdominal untuk mempersarafi organ visceral ini.
Divisi parasimpatis yang berasal
dari n.III keluar dan mempersarafi sfingter pupil dan otot siliar mata,
sementara yang berasal dari n.VII mempersarafi kelenjar lakrimal, nasal, dan
submandibular, n.IX mempersarafi kelenjar parotis, serta n. X mempersarafi
jantung, paru-paru, esophagus, lambung, usus halus, hati, kantung empedu,
pankreas, ginjal, bagian proksimal colon, serta bagian atas ureter. Divisi
parasimpatis memiliki ganglion yang berada dekat dengan organ efektor, semisal
ganglion siiar, sfenopalatina, submandibular, sublingual, otik,
ganglion-ganglion yang berada di organ efektor (misalnya untuk organ jantung,
otot bronkus, lambung, kantung empedu).4 Bagian dari S2 dan S3 keluar membentuk
jalinan splankik pelvis, serta mempersarafi bagian rectum, kandung kemih,
ureter, dan alat kelamin wanita dan pria.
Serabut
preganglion parasimpatis melepaskan neurotransmitter asetilkolin (ACh) yang
ditangkap oleh reseptor kolinergik nikotinik
badan sel pascaganglion. Efek dari penangkapan ACh oleh reseptor
nikotinik menyebabkan pembukaan kanal ion nonspesifik, menyebabkan influx
terutama ion Na+. Setelah itu, serabut pascaganglion parasimpatis menghasilan
juga asetilkolin yang ditangkap oleh reseptor kolinergik muskarinik yang terdapat di
semua organ efektor parasimpatis. Penempelan ACh dengan reseptor muskarinik
mengaktifkan protein G, dan dapat menginhibisi atau mengeksitasi organ efektor.
Persarafan Otonom Simpatis
Divisi simpatis, atau disebut
juga divisi torakolumbal, berasal dari sistem saraf pusat melalui segmen
medulla spinalis T1 hingga L2.4 Dari segmen T1 hingga T2 mempersarafi organ
visceral di daerah leher, T3 hingga T6 menuju daerah toraks, T7 hingga T11
menuju abdomen, dan T12 hingga L2 menuju ke ekstremitas bawah. Saraf simpatis
lebih rumit dibandingkan saraf parasimpatis karena mempersarafi lebih banyak
organ.
Setelah meninggalkan medulla
spinalis melalui akar ventral, serabut preganglion melewati white ramus communicans, lalu masuk ke
rantai ganglion simpatik (sympathetic trunk ganglion). Karena letaknya
dekat dengan vertebrae, disebut juga dengan ganglia paravertebral. Selanjutnya, ada tiga cabang, yakni: (1)
bersinaps dengan neuron orde dua di ganglion yang sama; (2) naik atau turun
rantai ganglion simpatis dan bersinaps di sana; (3) tidak bersinaps, hanya
melewati rantai ganglion simpatis dan keluar bersinaps dengan ganglion kolateral (ganglion pravertebra),
yang secara khusus disebut saraf
splanknik . Ganglion kolateral ini terletak di daerah abdomen dan pelvis
dan tidak berpasangan seperti ganglia simpatis lain.
Serabut preganglion yang
bersinaps di rantai ganglia simpatis berlanjut dengan serabut pascaganglion
yang masuk ke akar dorsal melalui saraf spinal yang berkesesuaian melalui gray rami communicantes. Dari
sini, serabut pascaganglion meneruskan perjalanan untuk menuju organ efektor.
Sepanjang jalur serabut postanglion dapat mempersarafi pembuluh darah dan otot
polos sebelum tiba ke organ efektor akhir.
Terdapat
beberapa ganglion selain ganglion kolateral dan rantai ganglion simpatis, di
antaranya ganglion servikal superior yang
berasal dari T1-T4 yang naik untuk bersinaps di ganglion yang terletak di atas
rantai ganglion simpatis ini. Menginervasi pembuluh darah dan otot polos di
bagian kepala, otot dilator mata, lendir hidung dan kelenjar saliva, serta
mengirimkan cabang yang menginervasi jantung. Ganglion servikal merupaan ganglion yangmempersarafi organ
visceral di daerah toraks serta berasal dari T1 hingga T6. Ada yang membentuk
jalinan pleksus kardiak dan
mempersarafi jantung, beberapa lainnya mempersarafi kelenjar tiroid dan kulit.
Ganglion kolateral seperti ganglion
seliak, mesentrik superior, mesentrik inferior dapat ditemukan sebagai
kelanjutan dari saraf splanknik yang tidak bersinaps di rantai ganglion
simpatisSerabut preganglion simpatis melepaskan neurotransmitter ACh yang
ditangkap oleh reseptor nikotinik yang berada di badan sel neuron
pascaganglion. Sementara itu kebanyakan
serabut pascaganglion melepaskan noradrenalin
(atau norepinefrin) dan ditangkap
oleh reseptor adrenergik. Dikenal empat macam reseptor adrenergic untuk
neurotransmitter ini, yakni :
Jenis
Reseptor
|
Afinitas
neurotransmiter
|
Efektor
|
Mekanisme
aksi dan efek
|
α1
|
NE
dari post simpatis; E dari medulla adrenal; NE>E
|
Hampir
semua efektor persarafan simpatis
|
Mengaktifkan
IP3/Ca2+; eksitatori
|
α2
|
NE>E
|
Organ
pencernaan
|
Menghambat
cAMP; Inhibitori
|
β1
|
NE~E
|
Jantung
|
Mengaktivasi
cAMP; Eksitatori
|
β2
|
Hanya
E
|
Otot
polos dari arteriol dan bronkiolus
|
Mengaktivasi
cAMP; Inhibitori
|
Aktivasi reseptor α1 cenderung
menghasilkan efek positif, semisal konstriksi arteriol akibat peningkatan
kontraksi otot di endotel. Aktivasi α2 justru menyebabkan respons inhibitori
seperti pengurangan kontraksi otot polos di sistem pencernaan. Stimulasi
β1menimbulkan efek eksitatori di organ utama yang dipersarafinya, yakni
jantung, menyebabkan kontraksi dan denyut yang meningkat. Sementara itu β2
menyebabkan pelebaran arteriol dan saluran pernapasan akibat relaksasi otot
polos di dinding saluran ini.
Beberapa
serabut pascaganglion tidak menghasilkan NE, melainkan menghasilkan asetilkolin. Serabut
pascaganglion ini mempersarafi kelenjar keringat.
Fungsi dari saraf simpatis adalah
untuk mempersiapkan diri dalam keadaan darurat, merespons situasi yang tidak
menyenangkan dan penuh tekanan (stress), serta keadaan ancaman dari luar. Oleh
karena itu, dengan mudah efek dominansi simpatis adalah adanya keadaan fight-or-flight. Dengan demikian,
dapat ditingkatkan denyut jantung, tekanan darah, pelebaran pembuluh
darah,diperkirakaan apa efek yang ditimbulkan akibat perangsangan simpatis,
seperti peningkatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, pemecahan glikogen,
pelebaran pembuluh darah, pelebaran pupil, berkeringat, dan penurunan sementara
fungsi sistem pencernaan dan perkemihan.1 Pengaruh aktivasi sistem saraf
simpatis terhadap kelenjar saliva adalah sekresi saliva yang kental dan kaya
akan lendir.
Efek Persangsangan
Simpatis dan Parasimpatis
Organ
|
Perangsangan Simpatis
|
Perangsangan Parasimpatis
|
Jantung
|
denyut, kekuatan kontraksi seluruhn jantung (β1)
|
denyut, kekuatan kontraksi atrium
jantung
|
Hampir seluruh pembuluh darah
|
Konstriksi
(α1)
|
Dilatasi
p.darah penis dan kiltoris
|
Paru-paru
|
Dilatasi
bronkiolus sekresi mukus (α)
|
Konstriksi bronkiolus sekresi mucus
|
Saluran pencernaan
|
motilitas (α2, β2) Kontraksi sfinger (α1) – mencegah
pengeluaran feses
|
motilitas Relaksasi sfinger – mengeluarkan feses
|
Kandung kemih
|
Relaksasi (β2)
|
Kontraksi (pengosongan)
|
Mata
|
Dilatasi pupil (kontraksi otot radial) (α1)
|
Konstriksi pupil (kontraksi otot sirkuler)
|
Penyimpanan glikogen di hati
|
Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
|
Tidak dipersarafi parasimpatis
|
Penyimpanan lemak di sel adifose
|
Pemecahan lipid (lipolisis) (β2 )
|
Tidak dipersarafi parasimpatis
|
Kelenjar eksokrin:
|
||
Pankreas
|
sekresi (α2)
|
sekresi
|
Keringat
|
sekresi kebanyakan kelenjar keringat (α1, dan kebanyakan
adalah kolinergik)
|
sekresi beberapa kelenjar keringat
|
Saliva
|
saliva kental dan kaya akan lendir (α1)
|
saliva encer dan kaya akan enzim
|
Kelenjar endokrin:
|
||
Medulla adrenal
|
epinefrin dan
norepinefrin (kolinergik)
|
Tidak dipersarafi parasimpatis
|
Pankreas
|
sekresi insulin, sekresi glucagon
(α2)
|
sekresi insulin, sekresi glukagon
|
Genitalia
|
Ejakulasi dan orgasme (pria) Orgasme (wanita) (α1)
|
Ereksi penis (pria) Ereksi klitoris (wanita)
|
Aktivitas otak
|
kesadaran
|
Tidak dipersarafi parasimpatis
|
Koagulasi darah
|
Tidak dipersarafi parasimpatis
|
Obat-obat yang bekerja terhadap sistem
saraf otonom dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu:
1. Parasimpatomimetik
(kolinergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek menyerupai efek yang
ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis. Contohnya adalah
asetilkolin dan pilokarpin.
2. Parasimpatolitik
(antikolonergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek yang menghambat efek
saraf parasimpatis. Contohnya adalah atropin.
3. Simpatomimetik (adrenergik), merupakan
onat-obatan yang memiliki efek yang menyerupai efek yang ditimbulkan oleh
aktivitas sisinan saraf simpatis. Contohnya adalah epineprin.
4. Sempatolitik
(antiadrenergik), merupakan obat-obatan yang bekerja dengan menghambat efek
aktivitas saraf simpatis. Contohnya adalah reserpin dan propanolol.
5. Obat
ganglion, merupakan obat-obatan yang merangsang atau menghambat penerusan
impuls di ganglion. Contohnya adalah nikotin dan pentolinum.
Obat-obat yang bekerja pada saraf
parasimpatis :
Kolinomimetik = Kolinergik =
Parasimpatomimetik
Obat yang kerjanya mirip dengan
asetil kolin dibagi atas :
1.
Bekerja langsung pada
reseptor Ach, yaitu :
·
Nikotinik agonis
(Ganglion stimulan) = Tidak digunakan dalam
klinis, meningkatkan motilitas usus, meningkatkan salivasi dan ekskresi
bronkus. Contoh > Nikotin
·
Muskarinik agonis
a. Karbakol
dan Betanekol
Karbakol
mempunyai kekuatan 800 kali Ach, sedangkan Betanekol mempunyai kekuatan 10 kali
Ach . Digunakan untuk menstimulasi peristaltik ureter pada kandung kemih
& menurunkan kapasitas kandung kemih (biasa digunkan pada penyakit
ginjal atau sesudah operasi).
b. Pilokarpin
(pada tetes mata)
Untuk mengurangi tekanan intra okuler pada penderita glaukoma.
2. Antikolinesterase
= Anti Asetil kolin Esterase
Bekerja menginhibisi
enzim asetilkolin esterase yang berperan dalam perubahan asetilkolin menjadi
asam
asetat
dan kolin, sehingga asetilkolin dapat secara bebas mencapai
reseptornya.
Yang
bekerja secara reversible
·
Edrphonium (Untuk
pengobatan pada miastenia gravis).
·
Fisostigmin
(Dalam sediaan tetes mata untuk pengobatan glaukoma).
·
Neostigmin &
Piridostigmin.
Yang
bekerja secara irreversibel
Dari golongan senyawa fosfor organik
Contoh > Insektisida Paration dan
Malation.
Kolinolitik = parasimpatolitik
Merupakan antagonis reseptor
kolinergik yang terbagi menjadi ;
·
Bloker Ganglion
Menyebabkan
hipotensi, midriasis, mulut kering, konstipasi, retensi urin dan impoten. Contoh : Trimetaphan (Digunakan untuk
memelihara kondisi hipotensi pada saat operasi)
·
Antagonis Muskarinik
Bekerja
memblok efek asetilkolin yang dilepaskan dari postganglion saraf parasimpatis.
Atropin yang merupakan alkaloid dari tanaman Atropa belladona merupakan prototipe dari golongan ini.
Atropin yang merupakan alkaloid dari tanaman Atropa belladona merupakan prototipe dari golongan ini.
Atropin dan Hyosin (Scopolamin)
a.Medikasi pre-anestesi pada saat operasi
untuk menghambat sekresi bronkus yang berlebihan.
b.Sebagai
antispasmodik untuk mengatasi kejang pada saluran cerna.
c. Pengobatan
Parkinson’s Disease (Benzatropin).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.I. Alat Percobaan
·
Papan 40x30cm
·
Kertas saring
·
Alat suntik
·
Sonde oral
·
Timbangan
III.2. Bahan
Percobaan
·
Uretan (1g/kg BB)
·
Atropine 0,04%
(1mg/kgBB)peroral
·
Atropine 1 mg/kgBB
subkutan
·
Pilokarpin 0,02%
(2mg/kgBB) subkutan
·
Gom arab 3%
III.3. Hewan
Percobaan
·
3 ekor Mencit
III.4. Prosedur Percobaan
1.
Dibuat larutan gom arab
dan obat untuk persiapan percobaan
2.
Dipilih hewan percoban
secara acak, diamati kesehatan dan kemudian masing-masing hewan ditimbang dan
diberi tanda pengenal.
3.
Diberi atropine peroral
(satu kelompok)pada waktu T=0 dan segera sesudah pemberian uretan
intraperitonial kelompok kontrol hanya diberi larutan gom dengan cara yang sama
4.
Disuntikkan
mencit lain dengan atropine 1 mg/kg BB secara subkutan segera setelah
disuntikkan uretan Pada waktu T= 15 menit.
5.
Diberikan semua mencit
dengan pilokarpin secara subkutan Pada waktu T= 45 menit
6.
Diletakkan masing -
masing mencit diatas kertas saring pada
alat (1mencit perkotak). Mencit harus ditempatkan sedemikian sehingga mulutnya
berada tepat diatas kertas,diikat ekornya
dengan seutas tali dan diberi beban sebagai penahan.
7.
Ditarik setiap 5 menit
mencit tersebut ke kotak berikutnya yang letaknya lebih atas. Selanjutnya
diulang hal yang sama selama 25 menit sampai kotak paling atas.
8.
Diamati besarnya noda
yang terbentuk diatas kertas disetiap kotak dan ditandai batas noda ( dengan
spidol / dengan memberikan metilen biru disekitar bibir mencit)
9.
Diukur diameter noda
dan dihitung presentase inhibisi yang diberikan oleh kelompok atropine
10. Dimasukkan
data hasil perhitungan kedalam tabel dan dibuat grafik inhibisi persatuan waktu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan
No
|
Bobot (g)
|
Vol pemberian obat
|
Waktu pemberian zat pembawa
|
Waktu pemberian pilokarpin
|
Diameter noda pada t =
|
|||||
5
|
10
|
15
|
20
|
25
|
30
|
|||||
1
|
27
|
Gom
arab = 0,37 ml
|
11.06
|
11.51
|
2
|
3,1
|
3,53
|
3,67
|
3,07
|
2,67
|
Uretan
= 0,675 ml
|
||||||||||
Pilocarpin
= 0,3375 ml
|
||||||||||
2
|
28
|
Atropin
(p.o) = 0,7 ml
|
11.06
|
11.51
|
0,6
|
2,67
|
3,3
|
3,67
|
3,43
|
2,93
|
Uretan
= 0,7 ml
|
||||||||||
Pilocarpin
= 0,35 ml
|
||||||||||
3
|
19
|
Atropin
(s.c) = 0,475 ml
|
11.21
|
12.06
|
1,03
|
-
|
-
|
1,7
|
1,13
|
1,53
|
Uretan
= 0,475 ml
|
||||||||||
Pilocarpin
= 0,2375 ml
|