TEORI
Fermentasi Tempe
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
Pembuatan
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi. Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman. Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).[4][5] Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Tempe di Indonesia
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg. Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai "produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe". Khasiat dan Kandungan Gizi
Tempe dapat diolah menjadi berbagai jenis masakan, misalnya tumis tempe dan buncis ini. Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh. Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya. Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini. Fermentasi Alkohol
Proses fermentasi alkohol merupakan suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi yang terkadung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol (ini adalah alasan etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin). Proses fermentasi alkohol sangat berbahaya. Ragi meracuni diri sendiri jika konsentrasi etanol mencapai kira-kira 19 %. Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol minuman hasil fermentasi seperti anggur, untuk membuat minuman dengan kadar alkohol yang lebih tinggi, alkohol tersebut harus dikonsentrasikan dengan distilasi. Fermentasi alkohol telah membuang sebuah karbohidrat (CH3H6O3); mengoksidasi sebuah karbon dengan sempurna (menjadi CO2) dan mereduksi lainnya (CH3CH2OH) (Muhaimin 2008).
Dalam suatu industri, baik itu dilakukan dengan tehnik fermentasi, kimiawi maupun fisik, yang perlu diperhatikan adalah stabilitas dari komponen-komponen pendukung kegiatan proses tersebut. Industri akan dapat berkembang dengan pesat bila ditinjau dari aspek teknis, social, dan financial saling mendukung. Industri fermentasi untuk menghasilkan alkohol, meskipun telah dilakukan oleh negar-negara maju sejak berabad-abad yang lalu, tetapi para peneliti masih terus melakukan penelitian khususnya dalam upaya meningkatkan efisiensi dari proses.
Banyak alkohol yang dihasilkan dapat ditentukan dengan cara analisis atau dari bacaan inventori sesudah destilasi. Tiap-tiap metode untuk analisis alkohol dalam fermentasi tunggal atau kelompok mempunyai nilai tersendiri dalam suatu industri. Akan tetapi akuntan dan manajemen mengutamakan hasil yang menunjukkan keuntungan dari produk yang terjual tiap unit bahan baku, sementara tenaga-tenaga tehnik tidak harus melihat efisiensi.
Efisiensi fermentasi merupakan indeks atau indikator kondisi fisiologis dari khamir sedangkan efisiensi pabrik merupakan standar untuk evaluasi semua proses, mulai dari bahan baku fermentasi atau melalui destilasi bila dasarnya adalah banyaknya alkohol dalam tangki penyimpanan.
Kultur dan Pemeliharannya.
Biasanya dalam proses fermentasi alkohol digunakan khamir murni dari strain Saccharomyces cerevisiae. Strain dari Saccharomyces ellipsoides juga sering digunakan. Khamir ini dapat mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2.
Ciri-ciri kultur yang baik adalah :
· mudah tumbuh
· tahan alkohol dan gula tinggi, efisien dalam mengubah karbohidrat menjadi alkohol.
· suhu pertumbuhan maksimum adalah 900C dan tidak banyak berubah karena adanya perubahan pH, suhu dan tekanan osmose.
Umumnya fermentasi dapat memberikan hasil yang memuaskan bila khamir yang digunakan berasal dari ragi roti. Dalam kenyataannya banyak proses fermentasi langsung menggunakan ragi roti yang langsung dimasukkan ke fermentor walaupun hal ini sebenarnya tidak dibenarkan untuk dilakukan. Hal ini karena tidak semua khamir dapat menghasilkan alkohol yang secara kuantitatif stabil sehingga sebelum operasionalisasi proses perlu dilakukan seleksi atas strain-strain khamir.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kehidupan ragi :
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan ragi, yaitu sebagai berikut :
Nutrisi (zat gizi)
Dalam kegiatannya khamir memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya, yaitu :
a. Unsur C, ada faktor karbohidrat.
b. Unsur N, dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen. Misalnya ZA, urea, amonia, dsb.
c. Unsur P, dengan penambahan pupuk fosfat, misalnya NPK, TSP, DSP, dsb.
d. Mineral-mineral.
e. Vitamin-vitamin.
Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alkohol, khamir memerlukan media dengan suasana asam, yaitu antara pH 4,8-5,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau dengan natrium bikarbonat jika substratnya asam.
Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah 28-300 C. Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan panas, karena reaksinya eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan agar dipertahankan tetap 28-300 C.
Udara
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara). Namun demikian udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi untuk perkembangbiakan khamir tersebut.
Mekanisme Fermentasi :
Khamir tidak dapat langsung menfermentasikan pati. Oleh karena itu, tahap yang penting adalah proses sakarifikasi, yaitu perubahan pati menjadi maltosa atau glukosa dengan menggunakan enzim atau asam.
Tahap-tahap proses perubahan pati menjadi alkohol adalah sebagai berikut :
· Hidrasi pati : biji-bijian digiling dan serbuk biji-bijian diberi air sehingga terjadi dispersi.
· Gelatinasi pati : Ditentukan oleh tipe dari pati, hubungan antara suhu dan waktu, ukuran partikel-partikel dan konsentrasi bubur.
· Hidrolisis pati : Konversi pati untuk menghasilkan maltosa dan dekstrin yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis.
Konversi gula menjadi alkohol dengan cara fermentasi : Gula sangat disukai oleh hampir semua makhluk hidup sebagai sumber energi.
Tahap – Tahap Proses Fermentasi Alkohol :
1.Penggilingan
2.Pengukusan dan gelatinasi
3.Konversi.
4.Fermentasi.
5.Destilasi.
6. Pengambilan sisa biji-bijian.
Fermentasi Yoghurt
Yoghurt atau yogurt adalah dairy product yang dihasilkan melalui fermentasi bakteri pada susu. Berbagai jenis susu dapat digunakan untuk membuat yoghurt, tapi produksi yoghurt yang modern kini didominasi oleh susu sapi. Pembuatan yoghurt merupakan proses fermentasi dari gula susu (laktosa) menjadi asam laktat yang menyebabkan tekstur yoghurt menjadi kental. Biasanya yaghurt dijual dengan rasa buah, vanila, atau coklat, tapi ada juga tanpa penambahan rasa (plain).
Yoghurt dibuat dengan menambahkan bakteri yang menguntungkan ke dalam susu yang tidak dipasteurisasi (untuk mengatur keseimbangan antara bakteri dan enzim dari susu) pada suhu dan kondisi lingkungan yang dikontrol. Bakteri akan mengolah gula susu alami menjadi asam laktat. Hal itu akan meningkatkan keasaman sehingga menyebabkan protein susu menyusut menjadi masa yang padat atau kental. Peningkatan keasaman (pH 4-5) juga mencegah proliferasi (perbanyakan sel) dari bakteri patogen lainnya. Umumnya kultur yoghurt melibatkan dua atau lebih bakteri yang berbeda untuk proses fermentasi, biasanya yaitu Streptococcus salivarius dan thermophilus dan genus Lactobacillus, seperti L.acidophilus, bulgaricus, casei dan bifidus.
Karena kultur yoghurt mengandung enzim-enzim yang dapat memecah laktosa, beberapa individu yang menderita lactose intolerant dapat menikmati yoghurt tanpa efek yang merugikan. Secara nutrisi, yoghurt memang kaya akan protein dan beberapa vitamin B serta mineral penting lainnya.
Yoghurt umumnya dijual dengan penambahan kemanisan dan rasa, atau dengan penambahan buah untuk menambah rasa alaminya. Produk yoghurt di AS umumnya ditambahkan dengan pektin dan gelatin.
Ada beberapa jenis yoghurt, yaitu: Dahi yoghurt : berasal dari India Bulgarian yoghurt : menggunakan kultur strain dari Bulgaria, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus Greek yoghurt : dibuat dari susu yang telah dicampur dengan krim sehingga kandungan lemaknya menjadi 10%. Bentuk lainnya bisa dalam bentuk standar (5%), rendah lemak atau low fat (2 %), dan tanpa lemak atau non fat (0 %). Biasanya disajikan bersama dengan madu, walnut, atau buah yang disediakan sebagai pencuci mulut Lassi yoghurt : minuman dengan bahan dasar yoghurt. Berasal dari India dengan dua jenis rasa, yaitu rasa asin dan manis Kefir : minuman susu fermentasi. Kini biasanya dinamakan yoghurt siap minum atau yoghurt smoothie Home-made yoghurt : dapat dibuat dirumah dengan menggunakan sejumlah kecil kultur yoghurt aktif sebagai kultur awal. Yoghurt akan menjadi kental atau memadat jika disimpan dalam refrigerator. Yoghurt yang disimpan dalam refrigerator akan stabil atau tahan sampai satu minggu atau lebih.
Yoghurt atau yogurt, adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat, yang berperan dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik pada yoghurt. Yoghurt sering dijual apa adanya, bagaimanapun juga rasa buah, vanilla atau coklat juga populer. Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di bawah temperatur yang dikontrol dan kondisi lingkungan, terutama dalam produksi industri. Bakteri merombak gula susu alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman meningkat menyebabkan protein susu untuk membuatnya padat. Keasaman meningkat (pH=4-5) juga menghindari proliferasi bakteri patogen yang potensial. Di Amerika Serikat, untuk dinamai yoghurt, produk harus berisi bakteri Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Pada kebanyakan negara, produk mungkin disebut yoghurt hanya jika bakteri hidup ada di produk akhir. Produk yang telah dipasteurisasi, yang tidak punya bakteri hidup, disebut susu fermentasi (minuman).
Yoghurt yang telah dipasteurisasi memiliki rentang hidup yang panjang dan tidak membutuhkan kulkas. Yoghurt kaya akan protein, beberapa vitamin B, dan mineral yang penting. Yoghurt memiliki lemak sebanyak susu darimana ia dibuat. Karena struktur laktosa yoghurt dirusak, maka yoghurt bisa dikonsumsi orang yang alergi terhadap susu. Yoghurt kaya dengan vitamin B. Pembuatan Yoghurt :
1.Ambil susu segar beku, yang sesuai standart
2.Perendaman susu (Towhing)
Susu beku direndam dalam bak dengan air mengalir sampai cair selama 1,5 – 2jam sampai cair, perendaman tidak boleh lebih dari 3 jam karena akan mengakibatkan susu rusak
3.Pembukaan kemasan susu
· Pastikan kondisi susu tidak menggumpal
· Bersihkan dulu kemasan sampai bersih dan kering
· Sebelum dipanaskan tes susu tersebut dengan alkohol dengan perbandingan 1 : 1 cc
· Saring susu dengan saringan teh yang bersih
3. Pasteurisasi (pemanasan susu)
Cara memanaskannya sama dengan diatas, setelah mencapai 80 derajat dinginkan sampai susu susu turun menjadi 40 derajat.
4.Penyiapan bakteri
Siapkan 2 jenis bakteri, yaitu bakteri lactobacillus Bulgaricus dan Strephtillus Thermopillus. Bakteri ini bisa didapatkan di Balai Besar Peternakan
5. Pencampuran bakteri dengan susu
Susu disiapkan dalam panci, siapkan bakteri dan tuangkan dengan perbandingan 3 liter susu dengan 1 sendok makan masing-2 bakteri.selama proses pencampuran harus ada api (lilin/lampu spirtus) didekat antara bakteri dan susu. Ini fungsinya untuk membunuh dan menjauhkan bakteri perusak.
6.Inkubasi
Setelah pencampuran susu dimasukkan kedalam wadah inkubator dengan lampu listrik 25 watt selama 4 jam.Inkubator bisa dibuat sendiri dari kardus/streoformbox
7.Penyimpanan
Masukkan yogurt kedalam pendingin sampai membeku
8. Siap saji
Yoghurt lebih enak jika dimakan dengan buah manis
HASIL PERCOBAAN
III.1 Data Percobaan
a. Produksi Yoghurt
· Warna : Putih kekuningan
· Aroma : Asam seperti yoghurt
· Rasa : Asam
· Kekentalan : Sangat kental
b. Produksi Tempe
· Warna : putih pada hifa, tetap kuning pada kedelai
· Aroma : wangi tempe
· Rasa : cukup enak
· Distribusi kapang pada permukaan tempe : merata pada permukaan
· Teksturnya : padat
IV.2 Pembahasan
A. Pembuatan Yoghurt
Pada pembuatan yoghurt bahan baku yang digunakan adalah susu full cream. Susu selain jenis ini tidak dapat dijadikan bahan baku karena tidak baik dijadikan media pertumbuhan fermentasi.
Langkah awal dari percobaan ini adalah mensterilkan alat yang akan digunakan yaitu gelas dan sendok. Dengan cara mencucinya terlebih dahulu sampai bersih lalu dibilas dengan air panas agar tidak ada mikroba yang terdapat pada alat yang akan digunakan. Sehingga tidak terjadi kontaminasi pada saat berlangsungnya fermentasi.
Penyeduhan susu full cream menggunakan air panas agar mudah larut dan tidak bersisa. Jika menggunakan air dingin susu full cream biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk larut dan sering kali menggumpal di bagian bawah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, diantaranya suhu. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat larut, semakin rendah suhu maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk larut. Faktor lainnya adalah jenis partikel. Jika suatu cairan dilarutkan ke dalam cairan lagi maka kelarutannya akan semakin cepat, tetapi jika suatu serbuk dilarutkan kedalam cairan maka kelarutannya akan lama. Hal lain yang mempengaruhi adalah luas permukaan dari gelas. Semakin luas permukaannya maka semakin cepat proses kelarutannya. Kecepatan mengaduk juga mempengaruhi, semakin cepat mengaduk akan semakin cepat zat akan terlarut. Jumlah pelarut juga sangat mempengaruhi proses kelarutan. Semakin banyak jumlah pelarut maka semakin mudah suatu zat dapat larut.
Setelah susu full cream diseduh, gelas dan sendok ditutup plastik sambil diaduk. Penutupan dengan plastik ini bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dari luar pada saat pengadukan. Kemudian ditutup rapat dengan plastik yang dikencangkan dengan karet gelang, tetapi plastik tidak boleh menyentuh dasar ustarter baru boleh dicampurkan. Agar starter tumbuh, jangan mencampurnya pada saat susu masih panas. Setelah itu diinkubasi pada suhu 350 - 370 selama 24 jam.
Setelah diinkubasi, susu yang semula cair, rasanya manis dan berwarna putih. Berubah menjadi yoghurt yang kental dengan rasa asam dan berwarna putih kekuningan, dan beraroma masam seperti yoghurt pada umumnya. Perubahan ini dikarenakan adanya pertumbuhan bakteri laktat, misalnya Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus lactis dan Thermobacterium bulgaricum yaitu organisme yang dipergunakan sebagai biakkan pemula di dalam pembuatan yoghurt. Bakteri ini mengubah asam piruvat yang dihasilkan pada proses glikolisis menjadi asam laktat. Pembuatannya menggunakan fermentasi anaerob, sehingga tertutup rapat dari udara. Hasil dari fermentasi ini bisa digunakan sebagai starter pembuatan yoghurt kembali.
B. Pembuatan Tempe
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun. Kemudian kulit biji kedelai dikupas. Pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Tetapi pada praktikum ini, biji kedelai dikupas dengan tangan.
Setelah dikupas, biji kedelai dicuci. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Setelah cuci, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Pada percobaan ini kita melakukan dengan cara nomer 2. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 27-300C selama 3 hari dibawah sinar lampu. Sinar lampu tersebut sebagai sarana inkubasi pengganti inkubator. Kacang kedelai yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam produk fermentasi tempe harus dibersihkan terlebih dahulu agar tidak menghambat dalam proses fermentasinya. Sebelumnya kacang kedelai harus direndam terlebih dahulu dalam air selama ± 24 jam. Hal itu bertujuan agar kulit pada kacang kedelai mudah mengelupas dan air bisa terserap ke dalam permukaan kacang kedelai.
Kacang kedelai harus dilepas kulitnya sebelum di fermentasi agar tidak menghambat pertumbuhan ragi. Setelah selesai semua prosesnya, masukan kedalam plastik yang telah dilubangi. Hal ini dikarenakan kapang yang akan tumbuh pada tempe membutuhkan oksigen dalam jumlah yang minim untuk pertumbuhannya karena kapang tersebut berespirasi secara anaerob. Respirasi anaerob sendiri merupakan respirasi sel yang terjadi karena hidup dalam lingkungan yang berkadar oksigen rendah. Pada produksi tempe terjadinya perubahan protein menjadi dektrosa yang menyebabkan tempe tersebut menjadi lunak (tidak keras) sehingga dapat lebih mudah dicerna oleh tubuh. Suhu saat penyimpanan juga mempengaruhi. Jika suhu rendah ragi tidak dapat tumbuh dengan baik.